Terkikisnya Prinsip Due Process of Law pada Penanganan Perkara Haris Azhar & Fatia Maulidiyanti

 

Poster 

Penulis: Dean Kermite, S.H

A. Due Process Of Law serta penegakan hukum acara pidana diindonesia

Pengertian Due Process of Law adalah proses hukum pidana yang mengedepankan kebenaran dan keadilan yang merupakan prinsip Hukum Acara Pidana di Indonesia. Banyak keluhan yang disuarakan masyarakat tentang adanya berbagai tata cara penyelidikan dan penyidikan yang menyimpang dari ketentuan Hukum Acara, atau diskresi yang dilakukan oleh penyidik maupun penyelidik yang sangat bertentangan dengan HAM yang semestinya ditegakkan pada saat pemeriksaan penyelidikan atau penyidikan. Oleh karena itu, tujuan diangkatnya masalah ini, sebagai wacana yang berisi ajakan untuk meningkatkan ketaatan mematuhi dan menegakkan Due Process of Law.

Catatan sejarah munculnya asas tersebut diadopsi dari sebuah perjanjian pribadi antara Raja John dan para baron pada tahun 1215 untuk melakukan pemberontakan berdasarkan. Keadaan tersebut berdampak kepada arti Magna Carta yang mana adalah merupakan simbol dari perjuangan melawan kekuasaan sewenang-wenang yang pada saat itu dilakukan oleh raja-raja kecil, adanya sejarah ini perwujudtan dari perlawanan yang sukses dalam melawan kekuatan kerajaan yang absolut. Sejarah merupakan pembelajaran bahwa proses hukum tidak absolut yang justru akan timbul kesewenang-wenangan penguasa untuk itu proses hukum harus adanya suatu check and balance agar kontrol tersebut menjadi kehatihatian dalam proses penegakan hukum.

Due Process of Law tidak lepas dari sejarah Hak Asasi Manusia. Di Inggris dikenal dengan lahirnya Magna Charta (1215), disusul dengan Bill of Rights (1689), Declaration Des Droit De L’Home et du Citoyen (1789), Declaration of Independen (1876) dan Declaration of 18 Human Rights (1948). Agar supaya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dapat terlaksana secara efektif dan universal, maka asas-asas perlindungan Hak Asasi Manusia haruslah diatur secara formal dalam ketentuan hukum yang berlaku agar setiap orang menaati dan menghormati Hak Asasi Manusia. Hukum dan Hak Asasi Manusia berlaku mengikat terhadap setiap orang dengan juga memperhatikan keseimbangan antara hak dan kebebasan individu serta kewajiban menghormati Hak Asasi orang lain dalam tatanan sosialnya.

Pengaturan dan penerapan Due process of law dalam penegakan hukum acara pidana di Indonesia termuat dalam KUHAP karena due process of law merupakan tujuan dari KUHAP itu sendiri. Bukan hanya KUHAP saja yang menunjang terciptanya proses peradilan yang adil namun juga dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang dan peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya proses peradilan yang adil serta melindungi hak-hak asasi manusia, seperti diatur di dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 pada Pasal 18 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang ditangkap, ditahan, dituntut, karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk membelanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam kaitannya dengan hak seorang korban dari peradilan yang tidak adil sudah diatur antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana No 8 Tahun 1981 dimana dikatakan bahwa jika ada korban ketidakadilan dari peradilan maka bisa diajukan praperadilan untuk mendapatkan ganti rugi dan rahabilitasi nama baik sesuai dengan Pasal 95 ayat 1 KUHAP mengatakan bahwa “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.” .

Di dalam KUHAP hanya menjelaskan serangkaian tindakannya saja, seperti penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan tindakan-tindakan lainnya yang termasuk dalam ruang lingkup hukum acara pidana.Walaupun demikian, banyak pakar hukum yang memberikan definisi tentang hukum acara pidana, salah satunya Prof. Mochtar Kusumaatmadja. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum acara pidana adalah peraturan pidana yang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil. Hukum acara pidana berbicara tentang bagaimana cara memproses, menghukum atau tidak menghukum seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana.

due process of law dapat diartikan sebagai proses hukum yang adil dan tidak memihak, layak, serta merupakan proses peradilan yang benar, yang telah melalui mekanisme atau prosedur-prosedur yang ada, sehingga dapat diperoleh keadilan substantif. Jika di tinjau dari pada asas-asas hukum acara pidana terdapat asas-asas yang mengatur perlindungan Adapun asas tersebut adalah:

1. Perlakuan sama di muka hukum, tanpa diskriminasi apapun;

2. Praduga tidak bersalah;

3. Hak untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dan rehabilitasi;

4. Hak untuk mendapat bantuan hukum;

5. Hak kehadiran terdakwa di pengadilan;

6. Peradilan yang bebas yang dilakukan dengan cepat dan sederhana;

7. Peradilan yang terbuka untuk umum;

8. Pelanggaran terhadap hak-hak warganegara, penangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan, harus didasarkan pada undang-undang dan

dilakukan dengan surat perintah tertulis;

9. Kepada tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain

wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan

kepadanya, juga wajib diberitahu haknya, termasuk haknya untuk menghubungi

dan meminta bantuan penasehat hukum.

Asas yang disebutkan diatas dibentuk untuk mencapai tujuan KUHAP yaitu Due Process of Law dan sembilan asas itu harus dikembangkan lebih lanjut dan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan KUHAP yang benar-benar memperhatikan dan melindungi hak asasi manusia itu sendiri, Asas yang dalam KUHAP menjadi hal yang menjadi konsentrasi khusus bagi setiap penegak hukum dalam menjalankan tugas dimana Sembilan asas di atas menjadi hal perioritas ketika mau melangkah ataupun mengambil keputusan dalam pengakan hukum yang ada di Indonesia .

B. Penerapan Prinsip Due Process Of Law Dalam Kasus Haris dan Fatia

Penerapan dari pada prinsip prinsip dasar yang ada dalam KUHAP sesungguhnya menjadi hal yang harus di junjung tinggi dalam proses penegakan keadalian, pada saat ini dunia penegakan hukum di Indonesia di hebohkan dengan kasus Haris dan Fatia yang dilaporkan Menko Luhut Panjaitan atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh haris dan fatia, Kasus tersebut bermula dari unggahan video dalam kanal YouTube Haris Azhar dengan judul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Pos Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada” yang diunggah.”

Dalam unggahan video yang berdurasi 26 menit 51 detik itu, narasumber mengatakan terdapat bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Fatia menyebutkan bahwa ada sejumlah perusahaan yang bermain di balik bisnis tambang tersebut. Salah satunya PT Tobacom Del Mandiri yang merupakan anak perusahaan Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki oleh Menko Luhut. “[PT] Tobacom Del Mandiri ini direkturnya purnawirawan TNI, namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group dimiliki sahamnya salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan,” kata Fatia. Mendengar nama itu, Haris kemudian membalas perkataan Fatia. “LBP, the Lord,” balas Haris. Selain itu, Fatia juga menyebut bahwa Luhut bermain di balik pertambangan Papua. “Jadi, Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,”.

Menanggapi video tersebut, Luhut meminta Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti agar mengklarifikasi tudingan terkait keterlibatan dirinya pada bisnis tambang di Papua. "Kami mohon keduanya dapat segera memberikan klarifikasi dan bukti karena hal tersebut tidak benar dan tidak berdasarkan fakta," kata Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, Jodi menambahkan video percakapan yang diunggah Haris bisa menimbulkan fitnah. Terlebih lagi, konten tersebut sudah menyebarluas di publik.

Sebanyak dua kali somasi sudah dilayangkan Luhut kepada Haris dan Fatia. Masing-masing somasi dilayangkan pada 26 Agutus dan 2 September 2021 dengan batas waktu 5 x 24 jam. Namun, somasi kedua dilakukan karena Luhut merasa tidak puas dengan jawaban Haris Azhar dan tidak relevan dengan somasi yang dilayangkan. Luhut meminta Haris menjelaskan mengenai motif, serta maksud dan tujuan dari unggahan video tersebut. "Itu tidak dijawab. Malahan jawabannya itu tidak relevan dengan somasi kami. Jawabannya hanya dikatakan bahwa motifnya itu dikarenakan ada datanya," kata kuasa hukum Luhut Binsar, Juniver Girsang.

Juniver mengatakan hak berekspresi memang dibebaskan di negara demokrasi. Namun, dia mengatakan hal tersebut harus dilakukan dengan bermartabat dan beretika. Dia ingin baik Haris maupun Fatia meminta maaf atas ucapan mereka dan unggahan video tersebut. Dia menyebut alasan pihaknya mengajukan gugatan perdata dan menggugat Rp100 miliar terhadap kedua tergugat tersebut karena nama baik kliennya dicemarkan di dalam video Youtube yang diunggah Haris Azhar berjudul Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Pos Militer Intan Jaya. Namun jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pihaknya mempertimbangkan jalur pidana. "Kita akan mempertimbangkan (jalur pidana). Tentu harus ada akhir dari permasalahan ini. Kalau tak ada perdamaian, tentu ini secara hukum yang sebetulnya kami tak harapkan," ungkapnya.

Pada Rabu 22/9/2021, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan bahwa Polda Metro Jaya sudah menerima laporan tersebut dan kini tengah ditindaklanjuti oleh Sub Direktorat Siber pada Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan awal. "Laporannya sudah diterima. Jadi ada salah satu video di Youtube dari saudara HA yang menurut beliau ini fitnah dan berita bohong," katanya di Polda Metro Jaya.

Menurut Yusri, pihaknya akan memanggil pihak terkait termasuk para saksi untuk mengklarifikasi laporan Luhut. Yusri mengatakan, jika memiliki bukti yang cukup, maka pihaknya akan meningkatkan perkara itu dari penyelidikan ke penyidikan. Adapun, pasal yang dilanggar baik Haris maupun Fatia adalah Pasal 45 Juncto Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pada Kamis 06/01/2022, Polisi sedianya memeriksa Haris Azhar dan Fatia terkait laporan pencemaran nama baik yang dilayangkan oleh Luhut. Laporan itu urung dilakukan akibat permintaan penundaan dari kedua terlapor. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan mengatakan pihaknya telah menerima permintaan penundaan pemeriksaan yang disampaikan oleh Haris Azhar dan Fatia. Untuk itu, penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan keduanya."Kita hari ini baru terima surat dari pengacara hukum Haris Azhar yang meminta penyidik untuk melakukan penundaan pemeriksaan Haris Azhar menjadi tanggal 7 Februari 2022," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti kemudian dikabarkan didatangi polisi di kediamannya pagi ini. Mereka hendak dibawa ke Polda Metro Jaya."Pagi tadi Fatia dan Haris didatangi 4-5 polisi di kediamannya masing-masing untuk dibawa ke Polda Metro Jaya," kata Wakil Koordinator Kontras, Rivan Lee Ananda, kepada wartawan, Selasa (18/1/2021). Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis mengatakan upaya jemput paksa itu diambil setelah Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mangkir dari jadwal pemeriksaan sebanyak dua kali. Keduanya dianggap mangkir dengan alasan yang tidak wajar.

Dalam penangan perkara pidana seperti kasus di atas harus menjunjung tinggi prinsip Due Process Of Law yang mengedepankan kebenaran dan keadilan yang merupakan prinsip Hukum Acara Pidana di Indonesia, hal ini harus melihat prinsip-prinsip yang ada KUHAP yang manjadi landasan awal dalam menangani kasus pidana, jika melihat dari kasus posisi yang di alami Haris dan Fatia sesungguhnya negara tidak hadir dalam menjalankan prinsip dari hukum acara pidana, jika dilihat dari pada prinsip tersebut ada beberapa hal yang dilanggar.

Equality Before the Law atau persamaan dihadapan hukum, Asas persamaan dihadapan hukum merupakan asas dimana terdapatnya suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa ada suatu pengecualian, Sebagai negara hukum, Indonesia menerapkan aturan tersendiri dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Secara umum, hukum dicirikan dengan adanya perintah dan larangan yang harus ditaati oleh setiap orang di dalamnya, ini menjadi hal prioritas Ketika penerapannya diindonesia, dikarenakan di atur jelas dalam konstitusi dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Berangkat dari pasal 27 ayat 1 UUD 1945 pemanggilan dari pada Haris dan Fatia Ketika menghadapi kasus ini dimana pemanggilan dari pada Haris dan Fatia terkesan sangat dipaksakan sampai harus di datangi empat sampai lima anggota kepolisian dan di jemput di rumah mereka, padahal Haris lewat kuasa hukumnya telah memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk menundanya pada tanggal 7 Februari 2022 dikarenakan pada panggilan sebelumnya bertabrakan Jadwal pekerjannya, ini menjadi salah satu contoh buruk dalam pelaksanaannya, pasalnya hal ini bukannya hanya terjadi pada haris dan fatia banyak juga kasus yang mendapat pengaruh buruk dari kealpaan asas ini, jika dibandingkan dengan banyak kasus lain, aparat kerap menunda laporan masyarakat, sehingga kasusnya mangkrak. Bahkan tak jarang aparat menolak laporan masyarakat, sehingga muncul tagar #Percumalaporpolisi.

Hak untuk didampingi penasehat hukum merupakan instrumen penting dalam Sistem Peradilan Pidana karena merupakan bagian dari perlindungan Hak Asasi Manusia bagi setiap individu, termasuk hak atas bantuan hukum. Hak untuk didampingi penasehat hukum merupakan salah satu hak yang terpenting yang dimiliki oleh setiap warga negara. Karena dalam setiap proses hukum, khususnya hukum pidana, pada umumnya setiap orang yang di tetapkan sebagai tertuduh dalam suatu perkara pidana, tidaklah mungkin dapat melakukan pembelaan sendiri dalam suatu proses hukum dan dalam pemeriksaan hukum terhadapnya. dalam asas yang terkandung dalam KUHAP yang mana Hak untuk didampingi penasehat hukum manjadi hal yang prioritas Ketika seseorang terkena masalah hukum khususnya dirana pidana.

 Jika hal itu dilakukan maka negara telah menjamin hak konstitusi dari setiap warga negaranya untuk mendapatakan akses terhadap keadilan (access to justice) , tetapi didalam kasus Haris dan Fatia diduga untuk mendapatkan Hak untuk didampingi penasehat hukum dinilai sangat sulit dikarenakan adanya upaya penjemputan ke kediamaan mereka tanpa didampingi kuasa hukum dinilai mencederai asas dari KUHAP itu sendiri yang mana salah satu asas dari KUHAP itu sendiri seseorang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, hal ini langsung saja di tolak oleh haris maupun fatia dimana mereka lebih memilih untuk datang secara mandiri dan di damping oleh kuasa hukum mereka.

Penjemputan langsung di kediaman mereka seharusnya tidak dilakukan mengigat melalui kuasa hukum sudah menyurat terkait permohonan penundaan pemeriksaan dan status dari haris dan fatia masih di tahap saksi berkaca proses hukum dari haris dan fatia terkesan dipaksakan menilai pemanggilan paksa ini bentuk kesewenangan polisi dari bentuk laporan pejabat publik sehinggah penerapan dari Due Process of Law yang mengedepankan kebenaran dan keadilan yang merupakan prinsip Hukum Acara Pidana di Indonesia tidak lagi dilakukan oleh pihak kepolisian dalam penanganan kasus pidana.


Comments