STOP PUNGLI: Jangan Memberi-Jangan Menerima, Perihal Pertanggungjawaban Pidana Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh ASN

Poster digital (foto ist)

Oleh :
Jonathan Ramisan 
Christfael N. Sulung 
Sharon Baroleh 

A. Latar Belakang
     Pungutan Liar atau yang sering dikenal sebagai Pungli menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengenaan biaya yang dikenakan pada tempat yang seharusnya tidak dikenakan biaya. Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau juga korupsi, dan dalam kenyataanya masyarakat sekarang selalu dipersulit saat ingin berurusan dengan pihak birokrat tetapi akan dipermudah jikalau pihak birokrat melakukan suatu tindakan pungli sehingga menjadi suatu budaya/kebiasaan buruk bagi pihak birokrat di Indonesia.
    
 Apabila dilihat dari sudut hukum kepegawaian dalam UU. No. 5 Thn. 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), dalam Pasal 1 angka 1 menentukan bahwa: “Aparatur Sipil Negara adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekera pada instansi pemerintah”. Sedangkan dari sudut hukum pidana, seseorang dianggap sebagai pegawai negeri sipil harus memenuhi unsur; diangkat oleh penguasa umum, dalam suatu jabatan umum, dan melakukan sebagian dari tugas-tugas atau alat-alat perlengkapannya. Sebagai pejabat publik, tentunya terdapat batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh oknum ASN dan apabila batasan tersebut dilanggar, maka pelakunya dapat dijatuhi sanksi. Sanksi yang dimaksud yaitu sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana bilamana pelaku melakukan suatu perbuatan pidana.  
     
Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana, unsur kesalahan merupakan unsur utama untuk dapat dipidana. Sebagaimana adagium hukum yang dikenal yaitu “geen straf zonder schuld” yang artinya adalah tiada pidana tanpa kesalahan. Unsur kesalahan merupakan unsur subjektif dalam penentuan pertanggungjawaban pidana yang berhubungan dengan “mens rea”  atau sikap batin dari si pelaku sehingga dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan. Termasuk kesalahan oknum ASN baik dalam lingkup pekerjaannya atau tidak, yaitu tindak pidana pungli. 
    
 Pentingnya peran masyarakat guna mengawasi dan juga mengawal agar adanya transparansi dari pihak ASN dalam hal melakukan pelayanan bagi masyarakat. Tetapi yang menjadi permasalahannya sekarang minimnya pengetahuan masyarakat terkait akibat hukum dari ASN yang melakukan tindakan pungli sehingga pada kenyataanya masih banyak masyarakat yang ketika pihak ASN memberikan kebijakan bawasanya  proses administrasi akan ditangani dengan cepat tetapi sesuai kesepakatan harus menggunakan imbalan atau bayaran. 
    
 Publik dalam hal ini Masyarakat harus terlibat dalam pengawasan terhadap ASN dalam ruang lingkup Birokrasi guna mengetahui faktor yang memperhambat masyarakat ketika berurusan dengan pihak ASN dalam ruang lingkup Birokrasi dan sekaligus mengawasi kinerja ASN, dan juga salah satu upaya memberantas hal tersebut adalah dengan berani menyuarakan tindakan pungli tersebut sama halnya dengan kasus di Kota Bitung. Salah satu warga melaporkan suatu tindakan pungli kepada Ir.Maurits Mantiri M.M. selaku Walikota Bitung itu adalah salah satu bentuk contoh tindakan pengawasan publik terhadap ASN dalam ruang lingkup Birokrasi. 

1) Rumusan Masalah 
     Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana partisipasi publik dalam melakukan pengawasan terhadap Aparat Sipil Negara (ASN) Lingkungan Birokrasi?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi Aparat Sipil Negara (ASN) yang melakukan Tindakan Pungli?

2) Metode Penelitian
     Dengan berdasar pada metode penelitian hukum, maka penulisan STOP PUNGLI: Jangan Memberi-Jangan Menerima, Perihal Pertanggungjawaban Pidana Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh ASN menggunakan metode yuridis normatif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah melalui studi kepustakaan (library research) dan pencarian data melalui internet (online research). Dalam penulisan ini, sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari: (1) Bahan hukum primer  yang terdiri dari peraturan-perundang-undangan, (2) Bahan hukum sekunder diambil dari buku-buku literatur, jurnal, artikel, maupun informasi lain yang diperoleh dari media massa.
    
 Adapun pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah: pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
B. Pembahasan
1. Peran Masyarakat Dalam Memberantas Pungutan Liar
     Ada sebuah adagium yang sudah usang ditelinga kita berbunyi ad recte docendum oportet primum inquirere nomina, quia rerum cognitio a nominibus rerum dependet yang artinya agar dapat memahami sesuatu, perlu diketahui terlebih dahulu namanya agar mendapatkan pengetahuan yang benar.  Oleh sebab itu, penulis ingin adanya pemahaman dari setiap pembaca tentang Apa itu pungutan liar? Dalam hal apa pungutan liar dilakukan? Dan siapa pelaku pungutan liar?, sehingga tidak terjadinya logical fallacy dan dapat dipahami oleh setiap pembaca.
    
 Berdasarkan pengertian pungutan liar, pada dasarnya peristiwa sering dilakukan dalam dinding birokrasi politik pemerintahan atau pelayan publik (public servant) atau oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dalam ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik. Di Indonesia sampai saat ini dalam ruang lingkup pelayanan publik masih banyak praktek pungutan liar dilakukan sehingga tidak sedikit masyarakat mengalami tindakan pemerasan tersebut, walaupun telah ada dan banyak diakomodir lewat peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan pungutan liar. Pungutan liar terjadi akibat adanya tekanan buruk dalam diri seseorang untuk menaikan ekonomi sehingga derajat sosial meningkat minimal setara dengan orang lain yang ada terputusnya sifat jujur dihati dan pikiran yang jernih.  Sedangkan, menurut penulis ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pungutan liar yaitu:
Adanya abuse of authority (penyalahgunaan kewenangan), Birokrasi dan para pejabatnya lebih menetapkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayanan masyarakat. Akibatnya, sikap dan perilaku birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. 
Faktor ekonomi, yang dimana penghasilan yang kurang membuat para birokrat pemerintah memanfaatkan hal ini, dan
Sudah menjadi budaya, praktek pungutan liar sudah lama dan dilakukan terus menerus. Keberadaan pungutan liar (pungli) sekarang ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu yang penuh kelabu, bahkan pungutan liar (pungli) menjadi satu kebudayaan yang telah melembaga, pungutan liar (pungli) merupakan penyakit masyarakat yang telah membudaya dari tingkat eselon tertinggi sampai tingkat eselon masyarakat kecil. 

     Sehingga dampak yang ditimbulkan mulai terbentuknya kesenjangan sosial, artinya telah tercipta jarak yang semakin jauh antara kaya dan miskin. Yang kaya makin senang dan miskin makin menderita.  Menghambat pembangunan karena pungutan yang diambil bukan untuk kas negara tapi masuk kedalam kas pribadi, sehingga uang yang masuk ke negara menjadi minim. Merusaknya tatanan peradaban masyarakat, dimana bagi yang memberi ‘uang pengertian’ akan dilayani terlebih dahulu sementara masyarakat yang mengikuti aturan harus antri dan keruwatan yang panjang.  Atas dasar hal tersebutlah, presiden RI ke-6 Ir. Joko Widodo membentuk sebuah lembaga di bawah naungan eksekutif yaitu Satgas Saber Pungli melalui Perpres nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, hal ini merupakan niat luhur pemerintah dalam memberantas pungutan liar yang dilakukan oleh ASN dan hal ini harus didukung oleh semua elemen masyarakat.
     
Bukankah perumpamaan mengatakan: “jika ingin menyapu bersih koruptor, maka sapunya pun harus bersih terlebih dahulu”.  Maka akan selesainya praktek pungutan liar di Indonesia. Dengan adanya Perpres nomor 87 tahun 2016 ini kemudian bisa menjadi stimulus baru bagi masyarakat yang miskin dalam menghadapi masalah sosial yang telah membudaya tersebut. Kemudian Perpres ini mengakomodir peran masyarakat dalam memberantas pungutan liar, seperti yang termaktub dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: “Untuk melaksanakan tugas Satgas Saber Pungli, Pengendali/Penanggung jawab Satgas Saber Pungli dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan” dan “Kelompok ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur akademisi, tokoh  masyarakat, dan unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pemberantasan pungutan”. Dan berdasarkan pasal 12 yang menegaskan bahwa masyarakat dapat membuat laporan ketika menemukan terjadinya praktek pungutan liar melalui media elektronik, hal ini menandakan bahwa masyarakat sangat berperan penting dalam memberantas praktek pungutan liar di lingkungan birokrasi pemerintahan.

2. Pertanggungjawaban Pidana bagi ASN
     Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas ‘kesepakatan menolak’ suatu perbuatan tertentu.  Jadi pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada mereka yang melakukan tindak pidana dengan kemampuan diri sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Begitu pun dengan pungutan liar oleh ASN dibebankan kepada mereka yang melakukan dengan kemampuan diri sendiri untuk bertanggung jawab.
     
Kemudian di Indonesia terdapat 7 jenis korupsi, diantaranya: korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara, korupsi terkait dengan suap-menyuap, korupsi terkait dengan penggelapan dalam jabatan, korupsi terkait dengan perbuatan pemerasan, korupsi terkait dengan perbuatan curang, korupsi terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, korupsi terkait dengan gratifikasi. Dari ke-7 jenis tindak pidana korupsi ini, pungutan liar termasuk dalam korupsi terkait dengan pemerasan, karena tindakan ini dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.  Oleh karena itu pungutan liar merupakan bentuk kriminal yang dilakukan dengan beberapa faktor yang telah dijelaskan sebelumnya oleh oknum atau ASN pemerasan.
    
 Dari segi kriminologi, pungutan liar termasuk dalam kategori yang dikenal dengan istilah white-collar crime, yang dimana istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Sutherland, yang mendefinisikannya sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang terhormat dan berstatus sosial tinggi sehubungan dengan pekerjaan mereka.  Kejahatan pungutan liar dilakukan oleh sekumpulan orang yang berada dalam sebuah jenjang sosial tinggi dengan menyalahgunakan kekuasaan. Oleh karena itu, Aparatur Sipil Negara yang melakukan tindakan pungutan liar dapat dikenakan dengan pasal 432 KUHP dan pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
C. Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Setelah mengkaji Pungutan Liar atau Pungli yang dilakukan di Indonesia dalam perspektif Yuridis-Normatif ini, dapat dilihat bahwa Pungli sering dilakukan oleh penyelenggara negara dan merupakan salah satu bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Pungli yang sering terjadi di Masyarakat saat ini jika dilihat ternyata telah berakar dan berkembang menjadi budaya di Masyarakat Indonesia serta telah menjadi hal yang lazim bagi mereka pihak yang terlibat. Walaupun Pungli merupakan salah satu bentuk pemerasan yang jelas melanggar aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia, namun hal ini sering dilakukan oleh para penyelenggara negara secara sadar dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau pihak-pihak tertentu walaupun dengan cara yang merugikan orang lain. 
    
Oleh sebab itu, Masyarakat yang sering menjadi korban harus memberikan atensi lebih terhadap tindakan pungli dan saling menyadarkan satu dengan yang lain agar tidak terjerumus dan terbiasa terhadap tindakan-tindakan yang melawan hukum seperti Pungli. Dikeluarkannya Perpres No. 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menjadi angin segar yang dilakukan oleh Presiden RI yaitu Ir. Joko Widodo yang berani menindak tegas Pungli. Hanya saja praktik langsung dilapangan harus juga dibantu dengan pengawasan yang ketat dan bantuan Masyarakat.

Saran
     Pencegahan tindakan Pungli yang terjadi bisa diatasi dengan cara :
- Meningkatkan integritas penyelenggara negara sehingga menjadi penyelenggara negara yang jujur, bersih dan bertanggung jawab.
- Melakukan sosialisasi prosedur layanan secara jelas dan transparan agar terhindar dari tindakan Pungli.
- Menindaklanjuti Perpres No. 87 tahun 2016 tentang pembentukan Satgas yang nantinya memiliki wewenang untuk menindak tegas tindakan Pungli.
- Meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang tindakan Pungli serta melaporkan tindakan Pungli yang ada (Pasal 12 Perpres No.87 tahun 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Hiariej, Eddy.O.S., "Prinsip-Prinsip Hukum Pidana", Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2014.

Hot, Ibrahim, “Rahasia Dibalik Sapu Bersih Pungli”, Yogyakarta : CV Budi
Utama, 2017.

Girsang, Juniver., “Abuse of Power – Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat
Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi”, Jakarta : JG Publishing, 2012.

Wahyu Rahmadhani, “Penegakan Hukum Dalam Menanggulangi Pungutan Liar Terhadap Pelayanan Publik”, Volume 12, Nomor 2, Juli- Desember 2017.

Internet/Media Online
Sagung Dewi Tarastya Yudhi Putri dan I Made Arya Utama, “Oknum Aparatur Sipil Negara Yang Melakukan Tindak Pidana Pungutan Liar Dalam Perspektif Pertanggungjawaban Pidana”,

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/download/5 0527/29971, (Diakses pada tanggal 13 Februari 2022).
La Ode Pandi Sartiman, “Pentingnya Peran Masyarakat Mengawasi Pelayanan Publik”, https://inilahsultra.com/2019/07/31/pentingnya-peran- masyarakat-mengawasi-pelayanan-publik, (Diakses pada tanggal 13 Februari 2022).

Trisno Mais, “Viral Wali Kota Bitung Marah soal Pungli di Discapil”, https://news.detik.com/berita/d-5904306/viral-wali-kota-bitung- marah-soal-pungli-di-discapil/amp, (Diakses pada tanggal 13 Februari 2022).

Muhammad Rizky Pratama, “Banyaknya  Pungutan  Liar  Yang  Terjadi  Pada Pelayanan Publik Di Indonesia”, https://www.academia.edu/44106979/Banyaknya_Pungutan_Liar Yang_Terjadi_Pada_Pelayanan_Publik_Di_Indonesia, (Diakses tanggal 18 Februari 2022).

Liputan6, “Mengenal 7 Jenis Korupsi dan Contohnya yang Sering Dilakukan”, https://id.berita.yahoo.com/mengenal-7-jenis- korupsi-dan-083550133.html?guccounter=1, (Diakses pada tanggal 17 Februari 2022)





Comments