Abdul Hamid: Fondasi Oligarki Lokal Berakar Dari Pilkada Tidak Langsung

 

Abdul Hamid, Ph.D

ACTA DIURNA, Manado - Fondasi lahirnya oligarki lokal sesungguhnya berakar dari pilkada tidak langsung yang sarat politik uang dan kekerasan. Kekerasan yang dulu menjadi praktik penting politik lokal di Indonesia era 1999-2004, kemudian berkurang secara drastis.

Demikian disampaikan Dosen Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Abdul Hamid, Ph.D, dalam kuliah umum daring bertajuk 'Perkembangan Politik Lokal di Indonesia' yang digelar Program Studi (Prodi) Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Senin (30/11/2020).

"Kalau kita baca dinasti politik yang lahir dari pemilihan langsung hari ini atau setelah 2004 sampai sekarang, maka sebetulnya mereka adalah penerus dari ayah atau suaminya yang berkuasa di era tahun 99-2004," kata mantan Ketua Senat Mahasiswa Fisip UI itu.

Abdul menuturkan, pilkada langsung memberikan ruang kepada masyarakat untuk terlibat dalam menentukan pemimpin, meskipun sulit terlibat dalam proses pencalonan di partai politik.

"Dibanding pilkada tidak langsung yang tidak ada ruang sama sekali untuk masyarakat. Pencalonan tidak terlibat, pemilihan tidak terlibat. Kalau pilkada langsung pemilihan terlibat, walaupun dalam proses pencalonan tidak terlibat," ujar pria kelahiran Pandeglang tersebut.

Hamid pun menyebut, "Pilkada langsung juga melanjutkan oligarki lokal, tapi sebetulnya bukan pilkada langsungnya, tapi desentralisasinya. Dalam berbagai bentuk paling menonjol adalah dinasti politik, walaupun akarnya terpupuk dari pilkada tidak langsung 2000-2004," jelasnya.

Sebagian peserta kuliah umum

Abdul juga menyatakan, dinasti politik merujuk kepada keluarga yang anggotanya menguasai kekuasaan politik formal lebih dari satu generasi.

"Famili ini mempunyai kapasitas untuk berkuasa di luar dari institusi formal atau pemerintahan untuk mengambil alih institusi dan memakan sistem politik. Ini bisa tergambar dalam dunia politik yang terjadi disekitar kita dalam politik lokal," tambah Ketua Ikatan Alumni UI Wilayah Banten itu.

Hamid mengatakan, ada orang yang sudah berdarah-darah jadi kader, naik pelan-pelan ke atas, kemudian di atas disalip oleh orang lain, dan orang lain itu kemudian jadi calon dari partai politiknya.

"Semakin hari itu semakin telanjang. Sehingga membuat banyak orang yang menjadi kader politik dari bawah sampai ke atas, di atas berharap jadi calon, tidak dicalonkan," pungkas Kepala Lab Ilmu Pemerintahan Fisip Untirta tersebut.

(Brien Raintung)

Comments