Kisah Haru Seorang Pemulung yang Menjadi Petinju Nasional

 (Foto : Wira Bersama Salah Satu Anak Binaan)

Mungkin sebagian dari kita yang menapaki kaki di bumi ini, kita ada disini tak pernah memilih keluarga seperti apa yang akan melahirkan kita. Ini bicara takdir yang tak lain dan tak bukan merupakan ketetapan Tuhan. Ada yang beruntung diantara kita dilahirkan dari keluarga yang penuh serba ada, tapi ada pula yang dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana. Penulis beranjak dari kisah hidup seorang yang luar biasa, hingga saat ini beliau menjadi salah satu inspirator dalam kehidupan penulis.

Markus Gea, SE yang sekarang dikenal sebagai Wira. Nama Wira lahir karena ada sejarah yang luar biasa dalam hidupnya. Wira berasal di Desa Idanoi Gunung Sitoli.

Usia 12 tahun yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju remaja, entah ini juga takdir Tuhan atau  memang karena kenakalan remaja. Saat itu isengnya ia bermain di pelabuhan Angin Gunung Sitoli dan terbawa kapal menuju Sibolga, disitulah dia harus memulai hidupnya yang baru secara mandiri. Hidup seperti apakah yang dimulai Wira Gea?

Wira Gea memulai kisah perjuangan dan pahitnya hidup di Sibolga dan rasa menyesal sama sekali tak dimilikinya. Tetapi dengan niat yang luar biasa Wira mulai mencari cara bertahan hidup ditanah rantau. Selain tak memiliki kerabat, Wira juga tak memiliki tempat untuk dia menetap atau berteduh.

Dengan inisiatif Wira mengais rezeki dengan memulung barang-barang  bekas dijalanan dan tempat sampah kemudian  dijual untuk mengisi perut. Tak hanya sampai disini inisiatif Wira, dari hasil memulung dia menyisihkan uang untuk membeli alat semir sepatu. Bagi Wira, kedua pekerjaan ini merupakan cara yang terbaik baginya untuk bisa bertahan hidup ditengah tanah rantau daripada dia harus mencuri.

Hal yang lumrah bagi Wira tidur di emperan toko beralaskan lantai, berselimut koran, dan ditemani nyamuk. Dari hal ini ada sebuah semangat tinggi dalam dirinya untuk menjadi seorang pribadi yang lebih baik dikemudian hari.

Begitu keras hidup ditanah rantau terlebih di dunia jalanan yang harus berebutan barang bekas dengan pemulung lainya tak menjadi sebuah persoalan untuk membuatnya berhenti dari usahanya itu, selain itu diwaktu ia lepas memulung, Wira menawarkan jasa semir sepatu pada pengunjung kedai atau rumah makan di daerah Sibolga. Kadangkala ketika tak ada satupun orang yang ingin menggunakan jasa semirnya, rasa capek dan jenuh menjadi hantu dalam dirinya.

Satu waktu dengan rasa capek dan kesal, seketika Wira menyiram air kewajah seorang bapak pelanggannya. Sang bapak bukannya marah, justru tersenyum kecil dan menatap serta memanggil si Wira kecil seperti memanggil anaknya, “Dek, sini kau. Kalau mau berkelahi silahkan datangi dan hubungi saya,” kata bapak itu sambil memberi kartu namanya yang berisikan nomor teleponnya pada Wira. Dengan langkah takut Wira mendekat ke sang Bapak dengan tangan gemetar ia mengambil kartu nama yang disodorkan kepadanya dan langsung ngeloyor pergi.

Kemudian, dari kartu nama itu diketahui Wira namanya adalah bapak Erzon yang merupakan pelatih tinju amatir dan punya sasana tinju “Wira Boxing Camp Batam” (dari sinilah nama panggilan Wira pada dirinya karena telah merubah jalan hidupnya).

Wira terus berpetualangan di daerah Medan dan Aceh selama berapa tahun, pada akhirnya di tahun 1990, ia teringat akan Pak Erzon yang dulu pernah ia sirami air diwajah. Dengan bekal kartu nama yang masih Wira simpan, nekad ia menelpon Pak Erzon. Dan saat itu Pak Erzon masih aktif melatih tinju, termasuk mempersipkan kontingen cabang olahraga tinju di Batam. Lantas, Pak Erzon meminta Wira untuk datang ke Kota Batam dan berlatih tinju disana, disinilah dia mulai merintis karir didunia tinju.

Niat yang besar dari Wira walau penuh kekurangan, akhirnya Wira meminjam uang dari temannya sebagai ongkos untuknya menuju Kota Batam. Sampai disana Wira disuguhi pertanyaan dari Pak Erzon. Pak Erzon bertanya pada Wira apakah dia benar-benar mau berlatih dan jadi petinju. Dengan tegas Wira menjawab dan menyatakan bersedia menyanggupi beratnya latihan tinju.

Seketika itu juga Wira disuruh fight bersama salah satu murid Pak Erzon disasana itu, alhasil untuk pertama kalinya Wira mengalami babak belur di seluruh badan dan wajahnya. Ini menjadi pengalaman yang luar biasa dan membangun semangatnya. Melalui kerasnya latihan dam displin yang tinggi, Wira terus mencoba hal yang terbaik yang mampu ia lakukan.

Hari-hari Wira lalui dengan latihan yang penuh semangat disasana itu, sehingga pelatihnya melihat ada perkembangan yang luar biasa dari dalam diri Wira, dan akhirnya dia bersama para atlet tinju lainnya mengikuti turnamen di Batam dan beberapa kota lain di Indonesia. Ungkapan yang populer “Perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil” dialami oleh Wira, dari namanya Wira (pejuang) mulai menorehkan prestasi dibidang tinju di daerah hingga Asia Tenggara. Ia mendapatkan Medali Perunggu pada Kejurnas Tinju  Junior di Batam pada tahun 1996 ini merupakan prestasi awalnya didunia olarahraga tinju.

“Jangan cepat puas” jadi slogan dalam hidup Wira, dari apa yang telah ia dapatkan malahan membuatnya semakin giat berlatih dan terus mencari tahu teknik pukulan dalam bertinju dan berusaha menguasainya. Pada tahun 1997 dia berhasil menggondol Medali Perak pada turnamen yang sama di Manado. Berkat kepiawaian yang dimilikinya dalam bidang olarahraga tinju, Wira diundang dan ditawarkan menjadi atlet tinju professional. Salah satunya adalah KONI Kota Bekasi yang tertatik dengan permainan tinju dari Wira. Bapak Frangklin Mowoka dan Refli Suit yang membawa Wira bergabung bersama Pertina Kota Bekasi.

Setelah bergabung bersama tim tinju Kota Bekasi, pada tahun 1998 Wira mendapat ruang yang luar biasa untuk mengikuti Kejurnas Tinju mewakili Kontingen Kota Bekasi, Jawa Barat dan berhasil mendapatkan Gold Medal. Dan ini menjadi suatu kebanggan bagi KONI Kota Bekasi dan membuat Wira makin berkomiten dan bersemangat untuk terus berlatih menjadi petinju yang professional.

Kisaran tahun 1999-2000, Wira selalu menjadi utusan mewakili Kota Bekasi di setiap event Kerjurnas Tinju Profesional. Hingga pada tahun 2001, Wira menjadi Juara Tinju kelas WBC (World Boxing Council) Asia Pasifik yang digelar di Thailad, dan termasuk Peringkat 10 besar Juara Tinju Kelas WBA (World Boxing Association). Seorang Wira selain memiliki jiwa juang yang tinggi, ia merasa bahwa ilmu tinju yang ia kuasai perlu dibagikan kepada generasi muda Indonesia yang punya kerinduan menjadi atlet tinju. Setelah mendapatkan penghargaan yang bergengsi mulai tingkat daerah dan nasional.

Sejak tahun 2002 Wira memutuskan untuk tidak ikut bertarung lagi tapi memfokuskan diri untuk melatih anak-anak muda di Kota Bekasi. Bersama Frangklin Mowoka pemilik Sasana “Esalalan Boxing Champ” Jati Asih, Kota Bekasi. Mereka bekerjasama untuk melatih anak-anak muda usia 10-16 tahun menjadi petinju profesional. Atas prestasinya yang begitu luar biasa, Wira mendapatkan berkat melimpah karena telah membanggakan dan membuat harum nama Kota Bekasi, maka dari Pemda (KONI) Kota Bekasi memberikan penghargaan dan honor tetap kepada Wira untuk menunjang latihan dan aktivitasnya sebagai pelatih tinju, dan juga Wira dipangkatkan dan dilantik menjadi ASN Kota Bekasi pada 2008 silam.

Tetapi sangat disayangkan pada 2012, karena keterbatasan dana dan operasional Sasana Esalalan Boxing Champ tutup dan tidak menerima murid lagi. Namun dalam diri seorang Wira mengalir dara PerWira, dia terus mencari cara bagaimana bisa menghidupkan kembali sasana tersebut. Sampai akhirnya Wira bekerjasama dengan KONI Kota Bekasi dan mulai tahun 2013 sampai saat ini Wira yang menangani operasional sasana tersebut. Hingga saat ini, murid-murid tinju binaan Wira terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai Kota di Indonesia, termasuk di dalamnya berasal dari Kepulauan Nias dan Sulawesi Utara.

(Foto : Wira Bersama Anak-anak binaan dan Pelatih lainnya)

Para atlit muda binaan Wira telah mencetak prestasi yang luar biasa baik tingkat nasional maupun regional (Daerah, Kejurnas, PON hingga Sea Games).

Keadaan sekarang yang dinikmati seorang Wira tak membuatnya sombong bahkan lupa diri. Sebaliknya membuat dia semakin semangat dan besar hati untuk terus mengabdi dan membagi ilmunya kepada generasi penerus, selain ia membagi ilmu dalam bidang olahraga Wira juga menekankan kepada anak-anak binaanya agar mereka yang mampu menahan diri dan mengontrol emosional mereka ketika berhadapan dengan kenyataan hidup yang keras di tengah masyarakat.

Jatuh-bangun itu biasa ketika menghadapi realitas dalam kehidupan, tetapi berani bangkit melawan kerasnya kehidupan itu adalah suatu hal yang luar biasa. Harus diakui hidup itu keras, dan untuk melawan kerasnya hidup maka jadilah orang yang berkualitas, yang punya kerendahan hati dan tak bersungut dengan apa yang kita gumuli sekarang.

Banyak hal yang penulis pelajari dari sosok yang sudah  penulis ceritakan, mental yang kuat harus kita miliki agar mampu melawan kerasnya pergumulan hidup. Dan jangan pernah lupa diri ketika kita telah mencapai suatu puncak, tetapi mampu membawa yang lain menuju puncak yang lebih tinggi.

Penulis : Mineshia Lesawengen

 

Comments

  1. Trims adekq,,atas tulisannya..
    Mudah2x jdi penyemat generasi muda khususnya palaku olahraga di indonesia..


    ReplyDelete

Post a Comment