FISPOL, ACTA DIURNA - Komunitas Diskusi Paideia berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado dalam menyelenggarakan diskusi akbar bertemakan "Kemerdekaan Perempuan" di Aula Fispol pada Selasa (3/4/2019).
Kepada ACTA DIURNA, Ketua BEM Fispol, Herald Balirante, menerangkan bahwa pelaksanaan diskursus ini -bekerja sama dengan Paideia- berdasarkan keresahan terhadap adanya persoalan sosial yang terjadi. Dan sebagai mahasiswa, Herald menilai hal tersebut perlu dibedah bersama-sama.
"Jadi kegiatan ini dibuat atas dasar kesepakatan antara BEM dengan kelompok diskusi Paideia. Di mana, kami melihat ada sebuah permasalahan sosial yang seharusnya bisa dikaji oleh mahasiswa yang berkuliah atau menempuh jalur pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Karena laboratorium daripada Fispol Unsrat adalah masyarakat itu sendiri. Jadi ketika terjadi dinamika dan ada permasalahan-permasalahan sosial, seharusnya Fispol yang harus menjadi laboratorium untuk mengkaji permasalahan dan menganalisa seperti apa permasalahan yang terjadi dimasyarakat tersebut," terangnya.
Dengan demikian, Herald menungkapkan bahwa persoalan yang dimaksud adalah yang sedang dialami kaum hawa saat ini. Ada kesalapahaman yang terjadi; kecenderungan perempuan masih terjajah oleh perlakuan kaum pria dan sering didiskreditkan dalam kesetaraan masyarakat, kenyataannya saat ini sebuah sistem disebut neoliberalismelah yang mengekang mereka.
“Kita melihat bahwa hari ini wanita terkekang atau terjajah oleh yang namanya sistem neoliberalisme. Sebuah sistem pasar bebas di mana wanita menjadi objek atau sasaran konsumtif untuk diberlakukannya atau dijualnya barang-barang yang bisa didasarkan pada suatu kalangan," beber Herald.
"Dari sistem-sistem tersebut, kita dapat melihat bahwa hegemoni mulai dari barang dan jasa itu bisa sampai pada hegemoni pemikiran perempuan. Di mana perempuan merasa bahwa mereka harus dilindungi oleh kalangan laki-laki. Jadi, sebuah ordinasi terjadi hari ini bukanlah sebuah hal yang dibangun oleh laki-laki saja, tapi dibangun juga oleh kalangan perempuan. Makanya dari diskusi kali ini saya ingin mengajak untuk kita merubah mindset, bahwa hari ini perempuan bukan terkekang oleh namanya laki-laki tapi perempuan terkekang oleh sistem," tambah mahasiswa semester 7 di Jurusan Pemerintahan Fispol itu.
Selain itu, Ketua kelompok diskusi Paideia, Norwist Welembuntu, juga menjawab kenapa tema "Kemerdekaan Perempuan" dipilih sebagai topik utama diskusi kali ini. "Jadi inisiatif awalnya kenapa tim membawakan tema 'Kemerdekaan Perempuan,' ini karena permintaan sebenarnya. Teman-teman angkatan 2019 ketika duduk di taman bercerita soal Paideia, mereka juga bercerita tentang isu-isu yang ada di kampus. Pandangan mereka bahwa ormawa-ormawa di kampus untuk berproses harus laki-laki, harus jantan. Pegang megaphone itu harus yang laki-laki. Berdasarkan itu, kemudian munculah keinginan menyediakan forum dan tempat berfikir bagi teman-teman untuk melegalkan bahwa perempuan itu merdeka secara fikiran,” tuturnya.
Dilain hal, Norwist juga sedikit menceritakan latar belakang dari kelompok diskusi yang digagas oleh mahasiswa Fispol tersebut, yakni "Paideia merupakan grup diskusi yang diambil dari filsafat pendidikan Plato. Paideia berarti pendidikan yang berbasis kebudayaan. Paideia dipilih Plato Karena mirip dengan kata Paidia yang artinya mainan. Jadi menurut Plato, Paidia penting sebagai wadah Paideia. Secara keseluruhan, Paideia akan bermakna belajar sambil bermain. Tapi, dalam konteks mahasiswa kami artikan 'Bermain dalam konteks nalar' dengan kata dialofis yang mencermikan aspek diskusi yang digunakan Paideia dalam berdiskusi, yaitu dialektika, logika, filsafat dan seni," sambung Norwist.
“Sebenarnya sejak berdirinya Paideia ini, motivasi awalnya adalah menciptakan ruang kepada teman-teman yang lain, baik adik tingkat ataupun teman-teman yang ingin berproses dan berdialektika dalam diskusi. Kami menyediakan ruang untuk itu. Paideia sendiri hadir untuk menyelamatkan nalar berfikir dan gaya berfikir, agar kita mampu berdialektika untuk mencapai suatu kesimpulan yang ada, seperti itu," tambah Ketua Paideia.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa yang menjadi peserta diskusi menilik substansi dari setiap pembahasan dan argumentasi yang diberikan pemateri. Kesimpulannya, diskusi ini memberikan penerangan kepada seluruh peserta kegiatan mengenai kedudukan kaum wanita yang seyogianya kita legitimasi.
“Sebagai seorang peserta, menurut saya acara ini sangat mengedukasi kita sebagai mahasiswa. Selama ini wanita dipandang sebelah mata, akan tetapi setelah mengikuti acara ini saya semakin paham ini bukan masalah perempuan tetapi ini persoalan persamaan gender. Di mana setiap orang berhak dipandang sama di dalam bidang tertentu. Saya juga berharap kepada setiap peserta diskusi untuk mengaplikasikan apa yang di dapat dalam diskusi ini. Saya terlebih berterimakasih kepada promotor acara yang sudah melancarkan pelaksanaan kegiata ini,” nilai Chandra Situmorang; mahasiswa semester 3 di Jurusan Pemerintahan Fispol.
Berdasarkan pantauan, kegiatan diskusi akbar bertajukan "Kemerdekaan Perempuan" diikuti seratusan mahasiswa yang berasal dari Fispol dan sejumlah fakultas di Unsrat. Juga, peserta berasal dari unsur organisasi pergerakan perempuan yang ada di Sulut.
![]() |
Segenap pengurus Paideia (belakang) bersama para narasumber diskusi (depan). |
Para pemantik yang diberikan kesempatan untuk berbagi pandangan dan wawasan dalam diskusi kali ini, merupakan mahasiswa-mahasiswi Fispol yang kredibel dan kapabel dalam bidangnya. Mereka juga sudah malang melintang di dunia pergerakan maupun organisasi kampus, baik di tingkat daerah, nasional hingga ke mancanegara; di antaranya adalah Ifralillah Hutuba, Nuryana Machmud, Isty Mamangge, Verencia Rivie, Sinyo Bawintil dan Yeriko Sarepa. (Redaksi)
Peliput: Brien Raintung
Editor: Mineshia Lesawengen
Comments
Post a Comment