![]() |
Pimpinan ormawa Unsrat bersama E. E. Mangindaan. |
MANADO, ACTA DIURNA – Sebagai bagian dari masyarakat Sulawesi Utara, sejumlah pimpinan
organisasi mahasiswa di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado mengambil
bagian untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada anggota DPR RI Dapil Sulut yang
juga menjabat Wakil Ketua MPR RI, yaitu Letjen TNI (Purn) E. E. Mangindaan,
SIP, dalam kegiatan Sosialisasi dengan Tokoh Masyarakat (Tomas) di Warong
Kobong, Manado, Jumat (2/8/2019).
Untuk mengevaluasi sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dan merancangkan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 yang lebih baik nantinya,
perwakilan civitas akademika Unsrat memberikan masukan, tanggapan, dan solusi
mereka yang niscaya diharapkan bisa membenahi segala bentuk pelaksanaan pesta
demokrasi di Indonesia kedepannya.
Argumentasi yang pertama dikemukakan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Fispol Unsrat, Herald Balirante. "Saya lebih bersepakat kalau
pemilihan itu di kembalikan pada DPR. Karena pada dasarnya prinsip demokrasi
yang dianut Indonesia adalah sosio-demokrasi atau demokrasi kerakyatan yang
mengutamakan permusyawaratan untuk mufakat," ujarnya.
"Kalau dikembalikan kepada masyarakat langsung, yang memilih itu
bukan lagi demokrasi pancasila, tapi itu adalah demokrasi liberal. Belum lagi
konflik horizontal yang akan terjadi jika dilakukan pemilihan langsung,"
tambah Herald.
Selanjutnya, lanjut Herald, pola rekrutmen partai di Pemilu 2019 juga
perlu dikritisi. Seharusnya setiap partai harus memperkuat dan memperketat
fungsi rekrutmen partai. Fungsi rekrutmen tidak boleh sembarangan dilakukan
apalagi sampai mengesampingkan kaderisasi. Jika kaderisasi dalam partai
berjalan dengan baik, sangat lebih memungkinkan jika pemilihan dilaksanakan
oleh DPR. Dengan kapasitas dan kapabilitas mereka, saya yakin musyawarah akan
berjalan baik untuk kesejahteraan rakyat, pungkas Herald.
Pandangan selanjutnya dipaparkan oleh Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa
(DPM) Fispol, Renaldo Garedja. "Saya mempersoalkan tentang proses
rekrutmen partai politik pada saat ini. Kita telah melihat banyak kader partai
yang kurang diusung oleh partai mereka sendiri, melainkan orang yang bukan
kader. Disini saya menyoroti bahwa proses rekrutmen pada Pemilu 2019 tidak lagi
melihat kualitas, melainkan kuantitas. Partai mencalonkan orang-orang yang
dekat secara emosional dan mereka yang dinilai punya elektabilitas, meskipun
latar belakang pendidikan mereka kurang mumpuni atau mereka hanya berprofesi
sebagai tukang ojek, tukang bentor dan sebagainya," ucapnya.
"Saya kira ini sangat tidak berkompeten ketika nantinya mereka
setelah terpilih akan diperhadapkan dengan tugas untuk mengeksekusi sebuah
kebijakan untuk masyarakat luas. Terlebih lagi ketika mereka akan memilih kepala
daerah nantinya di 2020. Saat dikembalikan kepada rakyat untuk memilih kepala
daerah, disini saya tidak mau mengucilkan kedaulatan rakyat, tapi disini partai
politik juga menjadi instrumen politik dan sebagai konsensus dalam penanganan
konflik kepada masyarakat itu sendiri. Ketika terjadi konflik horizontal partai
politiklah yang harus turun tangan," lugas Renaldo.
Selain itu, Renaldo juga mengatakan, "Kenapa saya mengambil
statement seperti itu karena ketika nanti ada calon-calon yang tidak
berkompeten menduduki kursi dewan, bagaimana dia akan melakukan analisis
kebijakan sedangkan latar belakang pendidikannya mungkin hanya lulusan SD
(Sekolah Dasar, red). Yang kemudian direktrut oleh partai politik. Lalu,
bagaimana nanti dia merumuskan suatu kebijakan yang membahas persoalan mendasar
pada masyarakat. Jadi ketika proses rekrutmennya tidak baik, tentu output
kebijakannya pun berpotensi tidak baik," tutup mahasiswa semester 7
Jurusan Pemerintahan Fispol itu.
Setiap poin pertanyaan maupun poin tanggapan yang disampaikan peserta
kegiatan , semuanya mendapat respon yang lugas dari pemateri: E. E. Mangindaan
dan Dr. Drs. Max Rembang, M.Si. Argumentasi yang dikembalikan pemantik sarat
akan data akurat dan analisa yang mendalam berdasarkan fenomena-fenomena di
lapangan.
Hasil sosialisasi ini nantinya akan dirangkum oleh E. E. Mangindaan untuk
disuarakan dan diperjuangkan di pusat; apa output yang bisa peroleh dari
aspirasi rakyat Bumi Nyiur Melambai ini.
Sosialisasi sendiri dimoderasikan oleh Dr. Melki Kumat, M.Si, selaku Staf
Ahli MPR RI, E. E. Mangindaan. Sosialisasi diikuti sebanyak 55 orang peserta
yang merupakan perwakilan dari beragam elemen masyarakat Sulut, seperti
akademisi, tokoh masyarakat, cendekiawan, politikus dan sejumlah wakil rakyat
di Kota Manado.
Para pimpinan ormawa yang berlatar belakang sebagai Plt. Ketua BEM Unsrat
(Tommy Tompolumiu) beserta jajaran, Ketua DPM Fispol beserta jajaran, Ketua BEM
Fispol beserta jajaran dan Pimpinan Umum Pers Mahasiswa Acta Diurna Fispol
(Tiara Piri) beserta jajaran, mewakili unsur pelajar/mahasiswa di Sulut. (Redaksi)
Penulis: Rezky Kumaat
Comments
Post a Comment