Aporia "Si Tou Timou Tumou Tou" Universitas Sam Ratulangi

Patung Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi di Unsrat Manado.

ACTA DIURNA – Si Tou Timou Tumou Tou, artinya manusia baru dapat di sebut manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia lain. Ini merupakan falsafah hidup bermasyarakat orang minahasa yang dikemukan oleh Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi. Beliau merupakan seorang politikus, jurnalis dan guru asal Sulawesi utara. Dia juga seorang pahlawan nasional di era kemerdekaan Indonesia.

Si Tou Timou Tumou Tou kemudian dijadikan dasar filosofis salah satu universitas yang ada di Manado, Sulawesi utara, yaitu Universitas Sam Ratulangi. Tapi yang jadi persoalan saat ini adalah, apakah proses pendidikan di Universitas Sam Ratulangi benar-benar berlandaskan filosofi tersebut? Atau itu hanya permainan hermeneutic sebuah institusi pendidikan untuk menunjukan identitas tanpa substansi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu ada deskripsi dan perenungan filosofis terhadap apa yang di maksud dengan “Manusia baru dapat di sebut manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia lain.” Apabila kalimat filosofis  tersebut kita anggap hal rasional, maka pertanyaan yang filosofis pun adalah hal rasional untuk menentukan dasar ontologisnya.

Pertanyaan esensial terhadap kalimat tersebut adalah apa makna sebenarnya dari kehidupan manusia? Seperti apa manusia yang belum dimanusiakan? Bagaimana rupa manusia yang bisa memanusiakan dan yang sudah dimanusiakan? Apakah jenis-jenis manusia tersebut mempunyai ketegori-kategori? Apa sebenarnya tujuan hidup manusia? Apakah sebuah keharusan secara moral, untuk memanusiakan seorang manusia bagi setiap manusia?

Dalam konteks perguruan tinggi atau universitas mungkin yang dimaksud dengan manusia disini adalah mereka para dosen, staf pegawai, pimpinan universitas dan seluruh elemen selain mahasiswa. Mereka adalah kumpulan manusia yang terinstitusi dalam satu kelembagaan perguruan tinggi. Yang mempunyai tugas untuk mendidik, mencerdaskan dan membentuk manusia yang  bermoral dengan ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah, para mahasiswa yang bisa dibilang mungkin belum menjadi seorang “manusia.” Normatifnya begitu.

Untuk menjawab secara eksplisit dan mendalam pertanyaan yang muncul di atas, penulis menggunakan suatu kerangka filosofis yaitu, kemungkinan ultim yang sekaligus merupakan makna kehidupan manusia. Kemungkinan ultim itu dan makna kehidupan kita dapat dissebut cahaya terang benderang yang menyampaikan pengertian dan arti kepada seluruh kehidupan manusia.

Kemungkinan ultim berangkat dari pengajuan pertanyaan ekstensialitas manusia secara berani. Seperti pertanyaan yang sudah di ajukan di atas, kemungkinan ultim adalah yang dapat dicapai manusia sebagai yang paling terakhir dan menentukan. Dengan kata lain adalah, makna, peruntukan dan tujuannya. Setiap filsuf maupun teolog bahkan semua orang pasti mempunyai kemungkinan ultimnya, yang dihasilkan melalui perenungan masing-masing.

Aristoteles yang merupakan filsuf zaman Yunani Kuno, memiliki kemungkinan ultimnya sendiri. Dia beranjak dari pengandaian bahwa seluruh kegiatan manusia terarah pada sesuatu yang baik, sebagai hal yang di tuju oleh segala-galanya (kebahagiaan). Kemudian, keutamaan (arate), adalah perwujudan kemungkinan-kemungkinan yang baik dari manusia. Hidup bahagia adalah hidup menurut keutamaan, dan hidup berkeutamaan terdiri dari usaha tak henti-hentinya untuk mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusiawi yang positif. Kebahagiaan yang sempurna adalah mempraktekan keutamaan tertinggi. Yang menurut aristoteles itu tidak lain dari pada mewujudkan yang paling baik dalam diri kita, yaitu bakat rasional kita.

Kemudian, Ficht, seorang filsuf yang hidup pada tahun 1762-1814. Apa yang merupakan kemungkinan ultim dan makna kehidupan manusia? Bagi Ficht dalam kerjasama dengan dan dibawah dorongan dari aku absolut (Tuhan) kita harus berusaha meningkatkan moralitas di dunia dan diri sendiri untuk menghumanisasikan dunia dan diri kita sendiri.

Ficth dalam bukunya ueber die bestimmung des menschen (tentang peruntukan manusia) khusus dalam bagian ketiga tentang glaube (kepercayaan) menjelaskan, dibawah pengaruh serta inspirasi dari orang-orang elit, mutu manusia akan di tingkatkan dan umat manusia akan bertumbuh kearah kesatuan perasaan, pemikiran dan perbuatan. Dengan cara ini, kita berevolusi menjadi sejenis ubermensch (superman) yang mengangkat seluruh umat manusia ketingkat kebudayaan dan humanitas. Disini Ficth sangat kental dengan nilai-nilai humanisme sebagai perwujudan makna kehidupan manusia.

Begitu pula dengan Dr. Sam Ratulangi yang mengatakan bahwa manusia baru bisa di sebut manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia lain. Ini merupakan bentuk kemungkinan ultim dan pemaknaan kehidupan manusia dari beliau. Sisi humanisme menjadi peruntukan untuk mejawab persoalan eksistensial manusia.

Secara moral, hal ini yang menjadi kemungkinan ultim dan pemaknaan secara kolektif dari tiap manusia, yang terinstitusi dalam perguruan tinggi untuk mejalankan proses pendidikan. Meraka bertanggungjawab karena terikat berdasarkan profesi untuk memanusiakan manusia.

Yang terjadi hari ini adalah akses memperoleh pendidikan sebagai wadah pemanusiaan manusia  terhambat karena kuasa uang. Secara teknis, penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru Universitas Sam Ratulangi tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi sebagian mahasiswa baru angkatan 2019. Dengan dasar tersebut, apakah para manusia yang terinstitusi dalam lembaga pendidikan bisa dikategorikan sebagai manusia yang sudah dapat memanusiakan manusia? Ini tentu jauh dari pemaknaan secara kolektif atas dasar filosofis pendidikan Universitas Sam Ratulangi.

Kekalahan humanisme semakin jelas pula dihadapan keperkasaan penerapan sistem otomatisasi digital dalam perekrutan mahasiswa baru. Kesalahan penginputan data bisa berakibat pada penetapan UKT golongan diatas, tanpa melihat kemampuan ekonomi secara empiris mahasiswa baru. Sistem otomatisasi digital memang tidak mengenal kemanusiaan. Yang di kejar adalah efektivitas dan efisiensi, kata Yuval Noah Harari.

Apakah dasar filosofis Universitas Sam Ratulangi dalam Si Tou Timou Tumou Tou sudah irelevan? Mungkin iya. Latar belakang antropologis humanisme Dr. Sam Ratulangi terbangun dari zaman kemerdekaan yang begitu menggaungkan kemanusiaan untuk lepas dari kolonialisme. Dan saat ini sudah terjadi pergeseran nilai dari antroposentris (manusia pusat segala sesuatu) menjadi teknosentris (teknologi merupakan pusat segala sesuatu). (Redaksi)

Penulis: Hengky Roboth

Comments